JEMARI RINDU GUNUNG LEDANG
Angin mentah berpuput bingar
menyapa rambutku di pipi sayu
enggan senyum tika bulan mula jatuh
dalam dakap subuh yang mula bangun
Kuala Lumpur kian jauh menganjak murung
terkurung dalam lengkung agra di teduh cinta
Suhail
Aku larik suara ini dalam tampar gerimis
kutinta menjadi puisi di hujan al-Farmosa yang belum berhenti
Aku tanya pada Melaka, kalau-kalau gunungnya masih tidur
kerna aku ingin bersama di mimpinya
melihat gubuk kasih merendang redup di lereng Ledangmu
melentik jemari rindu mengusap wajahku
memangku nafasku yang semakin lelah untuk beradu
saperti saat mula, pintu kau buka,untuk cintaku bertamu
Suhail
sudah kusam syair-syairku terperam
terpuruk dalam lingkar jiwa bagai penjara
mereput hancur dalam teka-teki masa
mendawai hati luka demi luka
mendenting saat ngambekmu meruncing
Suhail
apa kabar hatimu waktu ini?
apa semeriah pasar pagi dan tetap seramah kota Masjid Tanah?
aku larik gema ini dalam tampar gerimis
kupuisikan rinduku bagai ulas senyummu yang manis
ku ayak segala ada dalam penampi cinta
mengasing bulir-bulir jernih kasih
ke uncang nuraniku kemilau putih
Suhail
aku larik cinta ini dalam tampar gerimis
saat hujan makin bengis dan Melaka masih tidur
Ku adukan semua dalam puisi hingga mataku menangis
tentang rasa
dukalara
cinta & kita
bangunlah Melaka
lentikkan jemari bukalah jendela
lihatlah aku di sudut kota
di tepi jalanraya
terhoyong hiba
cacat cedera
membawa buntil cinta
Rajendra Nath Tagore
WACANA NIRVANA
Turun-lah mawar bagai titis hujan,
wangi-kan Ruh dalam warna tersuluh,
berbahtera-lah bersama Nuh,
hingga cinta kau labuh!,
O Pengembara,
jangan engkau pergi jauh,
bahtera cuma seketika di pelantar dunia.
Hirup-lah Kamil,
Mukammil-lah tujuh,
naik-naik-lah ke SANA,
mencari Dia,
peluk-lah cinta,
di asmara Nirvana!
Tuesday, 9 December 2014
AKU RINDU KAMU
Berkepak siur sayap puisinya meniti ke hati
mengelar nadi-nadi malam yang menghanyut
pembaringannya memijar daun-daun kulit
saat hujan menghembas laranya de dada subuh,
kelopak mawarku meretak hingga ke urat tangkai
nafasku tak lagi berguman dengan dinding
bila matahari menyelak tirai makna
Aku & Dia
Berkepak siur sayap puisinya meniti ke hati
mengelar nadi-nadi malam yang menghanyut
pembaringannya memijar daun-daun kulit
saat hujan menghembas laranya de dada subuh,
kelopak mawarku meretak hingga ke urat tangkai
nafasku tak lagi berguman dengan dinding
bila matahari menyelak tirai makna
Aku & Dia
Marilah aku dengarkan
nyanyi embun pada daun
menggema tasbiNya pada runcing angin
tajam mengikis kerak-kerak hati
membangunkan ruh yang tertidur
pada perdu sejadah tahajud
dalam membilang bilah-bilah jujur
yang Engkau hunjam ke darah
Esok aku melipat kenangan
menyimpan ke kantung hati
membawa pergi wangi jujurmu
bersama detak waktu
yang bakal menghadirkan sebuah rindu
dalam sepi kamarku
Rajendra Nath Tagore
nyanyi embun pada daun
menggema tasbiNya pada runcing angin
tajam mengikis kerak-kerak hati
membangunkan ruh yang tertidur
pada perdu sejadah tahajud
dalam membilang bilah-bilah jujur
yang Engkau hunjam ke darah
Esok aku melipat kenangan
menyimpan ke kantung hati
membawa pergi wangi jujurmu
bersama detak waktu
yang bakal menghadirkan sebuah rindu
dalam sepi kamarku
Rajendra Nath Tagore
Subscribe to:
Posts (Atom)